Hasil swab PCR bermanfaat untuk mendeteksi COVID 19. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan memberikan instruksi agar hasil swab PCR bisa keluar dalam 1×24 jam. Sebelumnya hasil swab pcr akan keluar setelah lebih dari satu hari.
Untuk mengetahui hasil swab PCR di Indonesia menggunakan dua jenis mesin PCR, yaitu PCM yang memiliki bentuk mirip mikroskop dengan tambahan catridge dan juga NAT yaitu teknologi uji saring yang bisa mendeteksi keberadaan DNA maupun RNA virus. Untuk pemeriksaan menggunakan mesin PCM, maka hasil tes akan keluar setelah 8 jam pemeriksaan.
Kendala lama-nya hasil swab PCR karena pada laboratorium daerah tidak memiliki mesin PCR sehingga perlu waktu untuk pengirimannya.
Terbaru, Kemenkes mengeluarkan aturan terkait tarif maksimal tes swab PCR untuk Jawa dan Bali sebesar Rp 495 ribu dan pada untuk wilayah luar Jawa dan Bali Rp 525 ribu.
Saat ini, pemerintah juga terus mengejar program vaksinasi untuk menekan dan melindungi masyarakat dari penyebaran virus. Untuk mengetahui seseorang terinfeksi COVID-19 memang perlu pemeriksaan, salah satunya dengan tes PCR. Hasil swab pcr bergantung pada CT Value yang menjadi patokan.
Mengenal CT Value pada Tes PCR
Istilah CT Value untuk penyintas COVID-19 sudah tidak asing. Sebelumnya, terkait hasil pemeriksaan COVID-19 banyak orang lebih fokus membahas pada hasil positif dan juga negatif. Namun, pada beberapa waktu belakangan, istilah CT Value menjadi ramai.
CT Value adalah banyaknya jumlah siklus pada materi genetik virus dari sampel lendir atau hasil swab pcr pasien COVID-19. Siklus dalam konteks ini adalah metode real time RT-PCR yaitu pemeriksaan yang mengambil sampel cairan dari hidung serta tenggorokan pasien. Setelah mendapat sampel cairan tersebut, maka sampel akan masuk ke dalam tabung khusus yang berisi cairan untuk menjaga kestabilan materi genetik virus.
Tahapan selanjutnya, hasil akan melalui prosedur ekstraksi yaitu proses yang menggunakan kit tertentu. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan materi genetik pada virus. Virus yang menyebabkan COVID-19 adalah jenis virus RNA. Sehingga virus ini perlu konversi dari RNA menjadi DNA.
Kemudian akan ada amplifikasi atau perbanyakan target dari materi genetik menggunakan mesin real-time PCR. Mesin real time PCR ini menggunakan fluoresensi sehingga setiap terjadi amplifikasi, maka akan terbentuk sinyal fluoresensi yang akan tertangkap oleh detektor sepanjang proses pemeriksaan PCR berlangsung.
Kemudian, proses amplifikasi akan berulang-ulang hingga minimal 40 siklus. Sinyal fluoresensi yang keluar akan berbanding lurus ataupun proporsional terhadap amplifikasi yang terjadi. Jumlah sinyal fluoresensi yang ada pada proses amplifikasi akan mencapai nilai minimal untuk bisa terinpretasikan sebagai hasil positif. Titik inilah sebagai nilai CT atau CT value.
Arti Angka CT Value
Saat ini, angka yang tertera pada CT Value juga banyak orang bicarakan. Hal ini karena angka hasil CT Value bisa berbanding terbalik dengan konsentrasi genetik virus.
Misalnya, semakin besar angka CT Value pada pasien, maka semakin sedikit konsentrasi virus pada sampel tubuh. Artinya jika CT Value tinggi, maka semakin rendah kemungkinan virus untuk menyebabkan terjadinya infeksi.
Hal ini berbanding terbalik, jika angka CT Value pada pasien rendah, maka materi virus dalam tubuh terbilang banyak. Jika hal ini terjadi kemungkinan infeksi semakin besar.
Sampel yang memiliki jumlah CT Value lebih dari 34, maka tidak bisa menimbulkan infeksi. Karena hal tersebut, beberapa dokter menggunakan CT Value untuk menentukan penularan penyakit lebih lanjut pada pasien. Selain itu hasil CT Value juga untuk menentukan apakah seorang pasien perlu isolasi mandiri atau tidak.