Kelahiran bayi per tahun di Indonesia hingga saat ini mencapai 17,4%. Perharinya, Indonesia bisa melahirkan bayi sekitar 10.000 orang. Presentasi setiap tahunnya meningkat hingga 3 juta orang. Tentu diantara bayi-bayi yang lahir tidak semuanya memiliki fisik maupun gentikal yang sehat.
Kasus pada anak 1 banding 250-300 jumlah kelahiran bayi, mengalami kasus kelainan hipospadia yang memiliki bentuk penis bengkok. Hipospadia adalah kelainan genetikal yang di mana lubang kencing tidak berada di ujung kepala penis melainkan berada di bawah kepala penis. Sampai saat ini, penyebab hipospadia di karenakan faktor bawaan sejak lahir, atau cacat bawaan yang dapat menyebabkan gangguan pada proses baung air kecil atau serta ereksi.
Gejala Hipospadia
Gejala yang tampak bagi penderita hipospadia berbeda-beda. Kondisi tingkat keparahannya pun tergantung dari lokasi lubang penisnya. Mayoritas, lubang penis yang menderita hipospadia terletak di ujung kepala penis. Namun, ada juga yang terletak di bagian tengah atau pangkal penis. Pada kedua posisi inilah yang termasud ke dalam hipospadia yang parah.
Pangkal penis adalah bagian yang melekat pada tubuh di bagian simphisis pubis. Korpus penis adalah bagian batang penis yang di dalamnya terdapat saluran kemih (uretra). Glans penis adalah bagian kepala penis yang berada paling distal melingkupi meatus uretra eksternal. Sedangkan, Corona radiata adalah bagian leher yang lebih tebal memutar dan terletak antara korpus penis dan glans penis.
Di luar letak lubang uretra, gejala-gejala hipospadia lainnya cenderung terlihat mirip. Di antaranya adalah:
• Kulup yang terlihat menaungi ujung penis. Ini terjadi karena kulup tidak berkembang di bagian bawah penis.
• Penis yang melengkung ke bawah akibat terjadinya pengencangan jaringan di bawah penis.
• Percikan abnormal yang terjadi saat buang air kecil.
Pembentukan penis selama bayi berada dalam rahim tergantung kepada hormon, seperti testosteron. Para pakar memperkirakan bahwa keabnormalan pada hipospadia kemungkinan disebabkan oleh keefektifan hormon yang terhambat.
Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat memicu hipospadia. Salah satunya adalah pengaruh keturunan. Hipospadia memang bukan penyakit keturunan, tapi kondisi ini terkadang dapat terjadi pada bayi yang memiliki anggota keluarga dengan kondisi yang sama.
Di samping keturunan, faktor-faktor pemicu lain diperkirakan juga bisa berdampak kepada perkembangan janin pada masa kehamilan. Misalnya pengaruh usia ibu yang di atas 40 tahun saat hamil dan pajanan rokok atau senyawa kimiawi selama kehamilan, terutama pestisida.
Diagnosis dan Penanganan Hipospadia
Bayi yang mengidap hipospadia umumnya dapat didiagnosis tidak lama setelah dilahirkan. Diagnosis ini bisa dilakukan melalui pemeriksaan fisik pada penis dan tidak membutuhkan tes-tes lain.
Namun hipospadia yang parah membutuhkan pemeriksaan lebih mendetail untuk memastikan ada atau tidaknya keabnormalan pada alat kelamin pengidap. Karena itu, dokter akan menganjurkan pengidap untuk menjalani tes kromosom dan proses pemindaian area genital.
Meski positif didiagnosis hipospadia, bayi atau anak Anda belum tentu membutuhkan penanganan medis. Hal ini tergantung pada tingkat keparahan hipospadia yang dialami.
Jika lubang uretra terletak sangat dekat dari lokasi yang seharusnya dan bentuk penis tidak melengkung, penanganan medis khusus kemungkinan tidak diperlukan. Tetapi jika lubang uretra berada jauh dari lokasi yang seharusnya, operasi pemindahan uretra perlu dilakukan.
Langkah operasi ini bisa dijalani kapan saja, tapi masa idealnya adalah saat anak berusia empat bulan hingga 1,5 tahun. Dalam prosedur ini, dokter bedah akan merekonstruksi saluran kemih pada lokasi yang seharusnya. Begitu juga dengan bentuk penis yang melengkung ke bawah karena pertumbuhan kulup yang tidak normal.
Perlu diingat bahwa jaringan dari kulup biasanya diperlukan dalam operasi ini. Karena itu, hindari proses sunat sebelum prosedur rekonstruksi ini dilakukan.