Selain komplikasi psikologis dan ekonomis, masih didapati banyak komplikasi medis yang cukup merugikan bagi pasien hemodialisis, diantaranya; penurunan tekanan darah (hipotensi), kram otot, pruritus atau itching, gangguan tidur, anemia, penyakit tulang, pericarditis, hiperkalemia, infeksi, dan amyloidosis.
Pruritus atau gatal-gatal. Dari sekian banyak komplikasi medis, yang cukup sering dialami pasien dialisis adalah pruritus (Singh dan Brenner, 2005). Menurut Young, et al pada tahun 1970-an, 85 % pasien yang menjalani hemodialisis mengalami pruritus. Sebuah studi di Jerman melaporkan 22% pasien mengalami pruritus pada tahun 2000 (Patel et al, 2007). Penelitian lain yang dilakukan oleh Widiana et al (2003) di RSCM Jakarta menunjukan bahwa 71,4% pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis secara rutin ternyata mengalami pruritus sedangkan Patel et al (2007) menyatakan bahwa prevalensi dari pruritus yang berhubungan dengan hemodialisis berkisar antara 22%-90%. Prevalensi berkurang karena adanya perbaikan dari teknik dan manajemen pasien. Mekanisme yang mendasari pruritus pada pasien hemodialisis masih belum bisa diuraikan secara pasti, Namun komplikasi tersebut terbukti mengganggu kualitas hidup pasien (Widiana et al, 2003). Berdasarkan prevalensi yang ada, insidensi terjadinya pruritus pada pasien hemodialisis cukup tinggi.
Penurunan tekanan darah (hipotensi). Kondisi ini merupakan salah satu komplikasi yang umum dijumpai pada pasien hemodialisis, terutama jika pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus. Tekanan darah rendah ini biasanya disertai sesak nafas, kram perut atau kram otot, mual dan muntah.
Keram Otot. Meski tidak dapat di jelaskan secara pasti penyebab kram otot saat prosedur hemodialisis dilakukan, dokter atau asisten dokter yang mengawasi prosedur hemodialis jika melihat kondisi ini akan melakukan perubahan frekuensi atau intensitas hemodialis pada pasien, dan umumnya dengan cara ini kram otot yang terjadi dapat berkurang.
Gangguan tidur (sleeping disorder). Orang yang melakukan prosedur dialisis, sering mengalami gangguan tidur ini karena prosedur dialisis tak jarang dilakukan pada malam hari. Selain itu, prosedur ini juga mengakibatkan ketidaknyaman di lengan pasien, sehingga ketika akan tidur, prosedur yang memakan waktu hingga 3-5 jam ini akan mengakibatkan waktu tidur menjadi terganggu. Tak jarang pasien siang harinya menjadi mengantuk yang selanjutnya mengakibatkan kualitas hidup pasien menjadi tidak maksimal.
Anemia. Anemia atau berkurangnya sel darah merah dalam darah merupakan komplikasi yang umum dijumpai dari gagal ginjal dan hemodialisis. Gagal ginjal sendiri akan mengurangi produksi hormon yang disebut eritropoietin, dimana ia seharusnya bekerja untuk merangsang pembentukan sel darah merah dalam tubuh. Diet, penyerapan zat besi yang buruk, atau hilangya zat besi dan vitamin dengan prosedur hemodialisis juga bisa mengakibatkan terjadinya anemia. Hilangnya atau berkurangnya darah saat melakukan prosedur hemodialisis, atau melakukan pengambilan sampel darah rutin juga dapat mengakibatkan terjadinya anemia pada pasien.
Gangguan tulang. Kerusakan ginjal atau menurunya fungsi ginjal pada penderita gagal ginjal kronik mengakibatkan menurunnya absorbsi vitamin D, yang selanjutnya menjadikan absorbsi kalsium menurun. Akibatnya tulang menggalami gangguan karena penyerapan kalsium yang berkurang. Hal ini selanjutnya bisa mengakibatkan pengeroposan tulang/ osteoporosis. Selain itu berlebihnya produksi hormon paratiroid sebagai salah satu komplikasi dari gagal ginjal juga akan mengurangi/ melucuti kalsium dari tulang pasien.
Infeksi. Salah satu efek samping yang umum dijumpai pada dialisis adalah infeksi. Prosedur dialis melibatkan selang yang ditempatkan pada lengan atau perut pada peritoneal dialisis yang berfungsi sebagai drainase cairan juga membuang limbah sisa metabolisme dari dalam tubuh. Dengan semakin seringnya prosedur tersebut dilakukan, memungkinkan semakin besarnya risiko infeksi pada area kulit yang dimasuki selang. Sehingga dalam hal ini higienitas atau kebersihan tempat dan alat yang digunakan untuk prosedur dialisis menjadi sangat penting. Infeksi pada pasien dialisis ditandai adanya demam, sakit perut, mual/ muntah dan nyeri. Hal ini akan menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Jika kondisi ini terjadi, dokter akan memberikan antibiotik untuk mengatasi infeksinya.
Perikarditis atau peradangan pada selaput yang mengelilingi jantung. Prosedur hemodialisis dapat mengakibatkan terjadinya peradangan dari membran/ selaput yang mengelilingi jantung. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan kemampuan jantung memompa darah ke seluruh tubuh.
Amyloidosis. Merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika zat yang disebut protein amiloid ada dalam organ-organ tubuh. Amiloid merupakan protein abnormal yang biasanya diproduksi oleh sel dalam sumsum tulang yang dapat disimpan dalam jaringan atau organ. Amyloidosis dapat mempengaruhi organ yang berbeda pada orang yang berbeda, dan ada berbagai jenis amiloid. Amiloidosis umumnya sering mempengaruhi jantung, ginjal, hati, limpa, sistem saraf, dan saluran pencernaan.
Pada kasus Amiloidosis terkait dialisis (DRA), ini merupakan bentuk amiloidosis yang berkembang ketika protein dalam darah yang tersimpan dalam sendi dan tendon, menyebabkan nyeri, kekakuan pada sendi, serta sindrom carpal tunnel. Kondisi ini paling mungkin untuk mempengaruhi orang-orang yang melakukan hemodialisis jangka panjang, dan biasanya terjadi pada mereka yang sudah melakukan prosedur dialisis lebih dari 5 tahun.
Tanda dan gejala amiloidosis tergantung pada organ mana yang dipengaruhi. Tanda dan gejala amiloidosis yang mungkin terjadi, antara lain: Pembengkakan pada pergelangan tangan dan kaki, penurunan berat badan secara signifikan, sesak nafas, mati rasa atau kesemutan pada tangan atau kaki, diare atau konstipasi, kelelahan, lidah yang membesar (macroglossia), perubahan kulit, seperti penebalan atau mudah memar, purplish patch (purpura) di sekitar mata, denyut jantung yang tidak teratur, kesulitan menelan dan adanya protein dalam urin (dideteksi dengan test urine).