Sudah hampir satu kita meningalkan tahun 2015, dan kini beralih ke tahun 2016. Tahun lalu telah banyak perkembangan pesat di teknologi, satu per satu teknologi baru mulai bermunculan dan menggantikan teknologi yang lama. Hampir teknologi dari segala macam aspek kehidupan mengalami pembarahuan, termasuk ke teknologi kesehatan khususnya teknologi dalam alam sirkumsisi atau yang lebih akrab kita sebut sunat atau khitan.
Meski termasuk tindakan medis ringan, sunat memegang pernan penting dalam banyak lapisan sosial di berbagai negara. Sunat banyak menjadi sebuah syarat untuk menandakan kedewasaan untuk ajaran agama dan budaya, kendati ringan tapi sunat tidak dapat dipandang sebelah mata bukan hanya karena menyangkut ajaran agama dan budaya tetapi juga berhubungan dengan alat reproduksi pria. Sunat seperti yang kita tahu adalah sebuah tindakan penghilangan kulup yang menutupi kepala penis, di banyak negara sunat dilakukan semenjak bayi.
Jika metode tradisional terkenal menyeramkan karena kebanyakan menggunakan peralatan non-medis dan dilakukan oleh orang yang juga non-medis membuat anak ketakutan setengah mati, belum lagi proses sunat sendiri tidak dilakukan tanpa peran anastesi. Tidak heran jika banyak anak yang kemudian menolak untuk disunat dan tidak jarang mengamuk pada saat proses akan dimulai.
Luka jahitan yang biasanya terjadi pada metode laser membutuhkan perawatan yang agak menyusahkan terutama jika karakter anak cengeng atau penakut, belum lagi setelah proses anak kerap kesulitan dalam mengenakan celana dan pada akhirnya harus memakai sarung. Selain itu metode laser juga membuat anak kesulitan untuk beraktivitas setelah sunat, bahkan untuk mandi pun anak menemukan kesulitan yang berarti.
Dalam perjalan teknologi di dunia medis, banyak dokter-dokter di negara maju yang mulai mengembangkan alat sunat demi memudahkan proses sunat yang masih dilakukan dengan cara yang kurang steril dan metode lama di banyak negara. Salah satu kemajuan dalam dunia sunat dunia adalah diluncurkannya metode sunat baru yang kemudian dinamakan klamp di Jerman pada tahun 2001, setelah dirilis, alat sirukmsisi ini mendapatkan apresiasi yang baik dari berbagai macam negara (terutama negara yang memiliki tingkat tindakan sunat yang tinggi).
Dalam perjalanannya, Rumah Sunatan dengan tanggap menerapkan rekomendasi WHO segera setelah dirilis. Rekomendasi ini berupa penerapakan alat sirkumsisi sekali pakai demi menghindari infeksi dan penyebaran penyakit dan bakteri, dan hal ini pun menjadi satu lagi keunggulan Rumah Sunatan dalam menghadirkan layanan sunat untuk masyarakat Indonesia. Bercermin kepada motto ‘with care with love’, Rumah Sunatan terus berinovasi untuk tetap menjadi pusat layanan sirkumsisi terpercaya dan terbaik di Indonesia.