Sunat Papua adalah tindakan sunat yang masih menggunakan metode tradisional. Sunat atau khitan adalah tradisi turun-temurun sejak zaman Masehi kuno. Dalam dunia medis, sunat disebut sebagai sirkumsisi, yaitu tindakan operasi ringan untuk membuang sebagian kulit luar ujung kelamin pria. Lalu, apakah sunat Papua sama dengan sunat pada umumnya? Begini penjelasannya.
Apa Itu Sunat Papua?
Saat ini terdapat berbagai metode sunat modern yang banyak orang pilih untuk melakukan tindakan sunat. Ada metode sunat konvensional yang menggunakan pisau bedah atau gunting. Ada juga dengan metode modern yaitu menggunakan metode laser, metode klem dan juga metode stapler.
Di Indonesia sendiri masih ada masyarakat yang menggunakan metode tradisional. Misalnya Suku Biak Papua, mereka menggunakan bagian bambu tipis sebagai alat sunat. Tradisi ini disebut dengan metode upacara Wor K’bor.
Mengutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Wor adalah istilah tradisional Biak Papua. Memiliki arti yang luas dan tidak bisa lepas dari kehidupan religius masyarakat Biak. Tradisi sunat papua Wor K’bor berkaitan dengan mas kawin, tradisi adat, tarian dan nyanyian tradisional. Wor K’bor adalah kegiatan adat yang memiliki arti simbolis dan mengandung nilai-nilai budaya. Berfungsi untuk mengatur hubungan dengan sang pencipta dan antar sesama bersama lingkungan alam tempat mereka tumbuh dan berkembang.
Sementara itu dalam laman jubi.co.id (2021), Wor K’Bor Ritus Peralihan Dalam Tradisi Suku Biak Numfor. Dalam kata Wor dalam bahasa Biak berarti pesta atau perayaan. Sedangkan K’bor terdiri dari dua kata, yakni kuk artinya menusuk atau kadang-kadang juga bisa berarti sebagai sesuatu yang ada di atas, dan juga bori yang berarti bisa di atas sesuatu.
K’bor berarti juga menusuk atau mengiris bagian pada bagian atas. Dalam konteks ini adalah bagian atas alat kelamin pria dengan menggunakan potongan bambu dengan sayatan tipis agar bisa memotong ujung kelamin pria yang sudah cukup umur atau masuk dalam usia akil baligh.
Wor K’bor adalah tradisi upacara adat pada masyarakat Suku Biak Papua untuk anak laki-laki yang sudah masuk dalam usia akil baligh. Menurut J.R. Mansoben, Antropolog lulusan Universitas Leiden Belanda, peserta sunat Papua dalam tradisi Wor K’bor berusia antara 15-17 tahun. Biasanya anak laki-laki yang akan menjalani tradisi ini harus tinggal selama 6 bulan dalam Rumsram atau bagian dari rumah bujang untuk bisa masuk dalam dunia dewasa. Setelah tinggal selama 6 bulan, barulah mereka akan menjalani sunat dengan memotong bagian ujung kulup pada penis menggunakan bambu yang tipis. Wor K’bor adalah tindakan sunat tradisional yang sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat Papua sejak lama.
Fakta soal sunat papua
Beragamnya suku budaya dan juga agama membuat perbedaan pandangan soal tradisi sunat di Papua. Tidak sedikit masyarakat sana yang belum menganggap penting tindakan ini.
Misalnya pada masyarakat Papua yang beragama Kristen Protestan, menganggap sirkumsisi bukan merupakan hal penting dan juga budaya yang perlu mereka lakukan. Karena hal inilah maka banyak pria dengan umur yang sudah cukup dewasa memilih tidak melakukannya.
Saat ini Komisi Penanggulangan Penyakit AIDS (KPA) Papua memiliki program sirkumsisi untuk masyarakat Papua. Namun, belum adanya kerjasama dan juga komunikasi yang baik dengan sinode gereja membuat program sunat KPA Papua ini tidak memiliki banyak peminat.
Namun, mengutip pernyataan Sekretaris KPA Papua, Constant Karma, saat ini pemerintah terus melakukan negosiasi dan juga komunikasi dengan berbagai pihak agar semakin banyak pria di Papua yang mau ikut program sunat yang diadakan KPA Papua.